Selasa, 07 Februari 2012

"Bunda.."
"Iya sayang.."
"Bunda sedang sibuk?"
"Memangnya ada apa?"
"Coba lihat ini bun..." Naira sambil menyodorkan brosur sebuah institut negeri di Bogor, apalagi kalau bukan IPB. Lalu sang Bunda mengamati brosur tersebut.
"Asik loh bun, waktu mahasiswanya sosialisasi di sekolah semangat banget, terstruktur dan memotivasi!" Naira semangat menjelaskan.
"Aku mau kuliah disini bun!" Naira sambil mengarahkan telunjuknya ke salah satu fakultas yang tertera dalam brosur.
"Ini, Fakultas Ekologi Manusia?" tanya bunda.
Naira mengangguk mengiyakan.
"Kau mau belajar jadi ibu rumah tangga yag baik?"
Naira mengangguk setuju
"Iya bun, aku mau kuliah disana. boleh ga bun? disana kan ada Tante Tika, jadi kalau bunda kesana bisa main sama Tante Tika!"
"Tanya Ayahmu!" Bunda sambil mengarahkan pandangannya pada Ayah yang kala itu sedang membaca sebuah surat kabar harian.
"Ayah, Aku mau kuliah di IPB, boleh tidak?" Naira sambil menghampiri Sang Ayah.
"Kau ini, seringkali berganti cita - cita universitas!"
"Kali ini aku yakin Ayah!"
"Iya terserah kamu"
Kembali Naira mendekati Bundanya,
"Kata Ayah boleh bun!"
Bundanya tersenyum sepakat.
Mulai malam itu semangat Naira bangkit, dari sebelumnya yang ragu-ragu ingin masuk UPI dan USOED, kali ini iya yakin sekali ingin masuk IPB. Sebelumnya dalam buku harian  Naira tidak pernah menuliskan target masuk universitas yang ia inginkan, malam itu lain ia menempelkan brosur yang ia dapat di kamarnya, ia menulis di banyak lembar buku hariannya tentang IPB, ia membawa kabar gembira pada temannya bahwa ia yakin ingin kuliah di IPB, ia berbunga - bunga seperti orang yang sedang jatuih cinta, ia senang tak terkira, ia semangat menuliskan target yang ingin ia capai, kali ini benar - benar bahagia, bahagia sekali. hingga pada Minggu pagi sebelum Naira pergi ke sekolah untuk menghadiri sebuah acara sempat ada percakan seperti ini dengan bundanya,
"Nai, kau cantik sekali hari ini?"
"Ah bunda bisa saja!"
"Benaran ka, hari ini kaka cantik!" adiknya menambahkan.
"Alhamdulillah dong" Naira tersipu dipuji.
"Kamu sedang bahagia yah, mau kuliah di IPB?" tebak Bunda.
"Iya bun bener banget!" Naira nyengir bahagia.
Hari yang menyenangkan, Naira bergegas mandi lalu bersiap-siap pergi ke sekolah, Kali ini iya mengenakan rok jins dan atasan corak hijau yang serasi dengan jilbabnya.Sesampainya di sekolah adzan dzuhur berkumandang Naira memarkirkan motornya di depan masjid bersama teman-temannya hendak melaksanakan sholat dzuhur, setelah sholat dzuhur ponselnya berdiring,
"Assalamu'alaikum tante?"
"Waalaikumsalam, Nai kau sedang dimana?"
"Oh, aku di sekolah sedang ada acara, ada apa tate?"
"Tante, mau bicara dengan ibumu tapi ponsel ibumu kenapa tidak diangkat?"
"Mungkin sedang di wc tan"
"Tante juga mau ngomong sama kamu"
"eh ada apa tante?"
"Tapi jelasnya nanti saja ya kasian kamu sedang di sekolah. Gini Nai, sekarang kan sudah mulai SNMPTN undangan, kamu masuk kedokteran UNDIP ya biar sama Teh Rena di Semarang"
"oh iya iya" suara rena memelan
"ya sudah Assalamualaikum"
"waalikumsalam"
seketika wajaha Naira menjadi muram, segera iya menulis sebuah pesan singkat untuk bundanya,
Bunda, tadi tante Marwa telpon katanya,
Aku harus masuk FK di UNDIP,aku cuma bilang 
"iya" tapi sebenernya aku ga mau bun.
Yang awalnya berseri - seri kini Naira muram, ia gundah, ia bercerita tentang ini pada sahabatnya Airin, dan pada seorang kakak kelasnya Fira yang sekarang menjadi mahasiswi UGM,
"Istikhoroh lagi saja, tapi jika pilihan FK itu ragu - ragu jangan, karena ragu - ragu itu subhat, Alloh tidak menyukai yang subhat" begitu pesan Teh Fira, dengan pesan itu setidaknya perasaan Nai sedikit lega.
Setelah selesai acara Nai langsung pulang ke rumah, ia menemui Bundanya yang sedang duduk santai di kursi ruang keluarga.
"Gimana Nai? acaranya seru?" tanya bundanya.
"Seru bun, Aku dapet ilmu banyak tadi" jawab Nai sambil membuka jilbabnya dan memasukkannya ke tempat cucian.
"Tadi Tante Marwa telpon"
"oh, apa katanya"
"kamu harus masuk FK Nai"
"Jadi gimana bun?" Nai mulai murung.
"Bunda sudah menolak, tapi Tantemu itu mengelak daripada ke IPB mending ke FK aja katanya!"
"Terus kata bunda apa?" perasaan Nai mulai tidak enak.
"Bunda sudah menjelaskan kamu tidak mau jadi dokter, tapi tetap saja tantemu ngotot. ya sudah bunda iyakan"
"jadi gimana bun?" Nai gelisah.
"ya sudah apa salahnya mencoba Nai, takdir jadi dokter atau tidaknya itu kan Alloh yang menentukan"
"Tapi Nai mau kuliah di IPB bun!"
"Iya Nai tenang saja"
Memang saat kelas X Nai ingin jadi dokter, tapi setelah ia memahami apa sebenarnya hobi dan pelajaran yang ia sukai ia tidak mau lagi jadi dokter, bahkan sangat tidak mau. Namun rerata keluarganya banyak yang kuliah di FK, dan Nairapun di dorong masuk FK, Bundanya pun tertarik supaya Nai kuliah di FK, pada sang bunda Nai berani mengatakan bahwa ia tidak ingin menjadi dokter, Namun ia tak beranio bilang lansung pada saudaranya karena Ia pikir percuma ia bilang tidak toh tetap saja ujungnya dibujuk masuk FK, dan itu benar setelah bunda di telpon Teh Rena dan mengatakan bahwa Nai tidak mau jadi dokter, Teh Rena berbicara seperti ini, "Padahal keliatannya Nai sangat penurut, tapi ternyata ia punya keinginan yang kuat, disuruh jadi dokter ga mau, padahal jadi dokter itu gampang ko, biayanya juga nanti ga bakalan kerasa mahal", mendengar itu Nai menggerutu "memangnya anak yang penurut tidak boleh mempunyai cita - cita sendiri" .
semenjak hari itu Bunda sering menelpon Teh Rena, padahal hari itu Nai pergi ke Garut untuk menhadiring acara "Canvasing IPB" acara yang di hadiri oleh para siswa yang berminat kuliah di IPB, saat menghadiri acara itu Nai gelisah sekali, hatinya tak tenang.
Ya, Pantas saja tak tenang sesampainya di rumah setelah pulang pergi yang melelahkan Garut - Tasikmalaya, Nai melihat mobil sedan biru terparkir di depan rumahnya, itu mobil pamannya. Nai masuk ke dalam rumah lalu ia bercengkrama dengan Ayah,Bunda dan Pamannya,
"Gimana Nai mau ga jadi dokter?" Tanya Bunda.
Nai menggelengkan kepalanya,
"Bunda tanya serius ya, Alasan Nai ga mau jadi dokter kenapa?"
"Nai ga mau belajar anatomi bun, Nai ga mau bedah orang, Nai ga mau, Nai ga suka!"
"Soal itu, nanti Nai juga terbiasa kalau bareng temen - temen" sahut sang paman.
"Tapi aku ga suka"
"Terus memangnya Nai mau jadi apa?"
"mm...Nai mau kerja di TV"
"Nai, kerja di TV itu menghabisakn waktu, kalau jadi dokter Nai bisa diem di rumah ngurus anak sambil bantu penghasilan suami" sambung paman.
"Tapi aku ga suka"
"Kuliah itu bukan suka ga suka Nai, liat prospek ke depannya dong Nai. Jadi sarjana nganngur itu malu Nai,malu" tambah pamannya.
"Nai mau kuliah di bidang yang Nai suka paman!"  elak Nai.
"Emang kenapa Nai? Nai pengen santai gitu kuliahnya?" tanya paman.
"bukan gitu paman, Nai mau melakukan hal yang Nai suka"
"Nai, jangan pengen kuliah santai, fakultas apapun kuliah itu sibuk"
"Nai bukan pengen santai, kalau sibuk juga gak apa-apa, mau sesibuk apapun juga bakal Nai hadapin kalau di fakultas yang Nai mau, yang Nai suka"
"Nai,nanti juga kamu terbiasa sama lingkungan. lagian kalau mau kerja di TV kuliahnya jangan di IPB dong!"
"Nai udah liat, kerjasama IPB sama apa aja paman"
"Nai liat prospek dong Nai" kata pamannya lagi.
"Iya Nai, Ayah yakain kamu bisa jadi dokter Nai"
Ayah yang biasanya menyerahkan segala pilihan pada Nai, kini ia ikut angkat bicara, ia mendukung Nai masuk FK. Nai kelu, ia tidak bisa mengelak apa - apa lagi, matanya sudah panas ingin menangis namun ia berusaha menahannya, ia berharap di balik kacamata minusnya matanya yang mulai merah tertutupi.
"Oke Nai mau jadi dokter?" kata bundanya.
Nai mengagguk dan berdiri berjalan menuju komputer yang menyala, lalu mulai menjelajahi dunia maya melampiaskan sedihnya.
"Nai, paman pulang dulu ya, inget ya pikirin prospek!"
"iya" Nai menjawab malas.
Nai kemudian menuju kamar mandi untuk mandi, pada saat itu ia tidak bisa lagi menahan air matanya yang sejak tadi tertahan, ia menangis sejadi - jadinya di antara kerasnya suara aliran air kran, nafasnya sesak karena tangisnya yang susah berhenti, ia merasa semangatnya dua hari yang lalu dalam sekejap hilang, hilang begitu saja.Setelah mandi ia melaksanakan sholat maghrib sambil berdoa semoga ia diberikan yang terbaik untuk masa depannya. Selesai berdoa ponsel Nai berdering ada telpon dari Teh Rena, awalnya teh Rena membicarakan banyak hal dari mulai kabar, keadaan di Tasik, dan banyak hal lain tapi Nai tau ujungnya pasti membicarakan FK dan itu memang benar, ya Nai hanya mendengarkan saja, tidak berani mengelak dan hanya berkata "iya", "iya" dan "iya", untunglah saat itu Nai mengangkat telepon di kamar yang dimatikan lampunya hingga tidak ada yang menyadari Nai melakukan percakapan di telpon sambil menangis, matanya berlinangan air mata, untunglah Tehj Rena jauh disana jadi berbicara dengan Nai lewat telpon hingga Teh Rena tidak lihat Nai menangis.
Sejak malam itu, Nai akan memilih FK ya FK Fakultas Kedokteran. Mungkin inilah jawaban dari istikhoroh yang sempat Nai laksanakan, mungkin Alloh memberi petunjuk lewat orang tua dan keluarga Nai, Jika Nai sedih mungkin itu hanya perasaan Nai saja yang belum menerima, mungkin seiring waktu ia akan menerima,ia akan mau menjadi dokter.
"Jadi kamu mau jadi dokter Nai?" Tanya Airin sahabat dekatnya.
"iya rin"
"yakin Nai?"
"Ayah sama Bunda yakin, kenapa aku engga?" mata Nai mulai basah.
"iya Nai harus bersyukur disuruh jadi dokter, mungkin ini petunjuk"
"Iya, aku harus mau jadi dokter. Aku udah ga berani ngelak apapun lagi Rin, Ayah udah sanggup biayain aku di FK, harusnya aku bersyukur" Mata Nai semakin basah. Airin mengusap punggung Nai, menguatkan Nai.
"Padahal yah Rin, kalau ayah mampu kuliahin aku di FK, kenapa di tata boga engga?"
"kan prospek Nai sayang!"
"iya yah, yaudah deh aku mau jadi dokter" Nai dengan Nada yang semutpun tidak enak mendengarkannya.
Hari demi hari Nai lalui, ia digalaukan oleh perasaannya sendiri, tak jarang ia menangis di sela-sela doanya sehabis sholat
READ MORE -